Sabtu, 13 Desember 2014

Makalah pengantar studi islam



MANUSIA MAKHLUK PENCARI KEBENARAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu: Dr. Musthofa, M.Ag.
Disusun Oleh :
Alfina Zulfa                            (133311012)
Durrotun Nafisah                    (133311036)
Nurul Qomariyah                  (133311026)
Zulaehatus Sofiyah                 (133311032)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


I.                 PENDAHULUAN
Era globalisasi dan berbagai aliran tentang Agama telah berkembang dan menyebar dimana-mana. Semua orang merasa dirinya lah yang paling benar dalam berpendapat baik itu dalam hal  kehidupan sosial atau pun beragama. Ketidakpuasan manusia melahirkan banyak pertanyaan yang tidak ada habisnya, terkabang mereka membedakan antara Agama dan Ilmu Pengetahuan yang terjadi paham Ateis. Sebaliknya mereka mempelajari filsafat dan ilmu tanpa agama yang terjadi adanya penyalahan sesuatu yang telah dinaskan Tuhan. Maka dalam mencari kebenenaran dan kenyakinan jawaban dalam diri manusia mereka memerlukan tiga unsur yakni Ilmu, Agama, dan Falsafat. Oleh karena itu, pada pertemuan kali ini penulis akan membahas tiga unsur tersebut dan segala hal yang menyangkut dengan manusia.

II.               RUMUSAN  MASALAH
A.    Mengapa Manusia Disebut sebagai Manusia Makhluk Bertanya?
B.    Apa Saja Masalah-Masalah yang Terjadi pada Manusia?
C.    Apa Saja Macam-Macam Teori Kebenaran?
D.    Bagaimana cara mencari kebenaran?
E.     Bagaimanakah Persamaan, Perbedaan dan Nisbah antara Ilmu, Filsafat, dan Agama?
F.     Bagaimana cara menemukan kebenaran melalui islam?

III.             PEMBAHASAN
A.    Manusia Makhluk Bertanya
Manusia adalah makluk bertanya, demikian menurut para pakar yang berbicara tentang manusia. Dalam rumusan ilmu mantiq lebih tegas lagi disebutkan bahwa manusia itu adalah hewan yang berkata “ al-Insan hayawanun natiq’’. Manusia berbeda dengan makhluk lain adalah manusia lebih ingin tahu, lebih mengerti, dan lebih tinggi tingkat keinginannya[1] dan memiliki akal dan bisa Berkata berkata ialah mengeluarkan pendapat berdasar pikiran. Maka dari pendapat akan mengeluarkan pertanyan yang berujung mencari jawaban yang paling benar dari semua jawaban yang ada. Sedangkan Hewan hanya melalui indera dan merasakan secara naluri saja.
B.    Masalah Manusia yang Terjadi pada Manusia
             Telah dijelaskan pada pembahasan pertama bahwa manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Pertanyaan yang segera dapat dihindarkan adalah: “mencari kebenaran tentang apa?” Jawaban atas pertanyaan ini dapat dikemukakan bahwa: “kebenaran yang dicari manusia ialah kebenaran tentang sesuatu masalah yang terjadi pada manusia atau dimasalahkan manusia”. Karakter yang dimiliki manusia salah satunya ialah ketidak puasan akan sesuatu hal  seperti dalam mencari jawaban kebenenaran dari masalahnya, dan yang hadapi oleh manusia sangatlah komplek. Oleh karenanya untuk memudahkan memahami masalah manusia itu diadakan pembagian atas dua kategor, yaitu:
1.     Masalah Segera (Immediate Problems)
             Masalah Segera Ialah masalah praktis keseharian yaitu masalah-masalah yang kembali kepada keperluan pribadi manusia dimana setiap orang berbeda-beda dalam menghadapinya. Dengan demikian, cara menghadapi dan memecahkan masalah tersebut setiap orang berbeda-beda. Contoh masalah segera misalnya kebutuhan primer seperti pangan(kebutuhan makan) papan (tempat tinggal), sandang (kebutuhan pakaian), kesehatan, kenyamana belajar, dan lain-lain.
2.     Masalah Asasi (Ultimate Problems)
            Masalah Asasi  Ialah masalah yang sangat fundamental bagi manusia. Masalah asasi ini muncul setelah manusia mencermati hidup dengan serius dalam kematangan usia dan pemikiran. Sejalan dengan adanya waktu maka akan timbulpada diri mereka seperti pertanyan siapa saya?, mengapa saya hidup?, akan berkelanjutan pada pertanyaan tentang hakikat Kehidupan.Pertanyaan-pertanyaan itu tidak berhenti di situ karena bisa dilanjutkan dengan pertanyaan lain yaitu: Bagaimana alam semesta ini dijadikan? Yang tentunya membawa konsekuensi pertanyaan lanjutan. Pertanyaan yang terakhir ini mengarah kepada masalah hakikat Tuhan.
            Jadi, masalah asasi (ultimate problems) manusia adalah masalah-masalah fundamental manusia(manusia, alam, dan Tuhan). Jawaban yang salah terhadap ketiga masalah ini akan berakibat fatal dalam kehidupannya. Misalnya memandang alam atau manusia sebagai hal yang sakral bisa mengarah menuhankan alam atau manusia, sehingga alam atau manusia bisa dipandang sebagai Tuhan.

C.    Teori kebenaran
            Alquraan surat Alimron : 104 menjelaskan bahwa Allah menyuruh kita melakuakn kebajiakan dan Kebenaran sepanjang pikiran manusia, sebagaimana disampaikan Ashari (1981:30), adalah lawan dari kesalahan, lawan kebohongan, lawan kepalsuan, lawan kekhilafan, lawan khayalan, lawan kebatilan, dan lawan kesesatan. Maka dalam menemukan kebenaran ada 3 teori yakni ;
1.     Teori Korespondensi
      Teori korespondensi tentang kebenaran (the correspondence theory of truth) menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan dengan kenyataan atau dengan kata lain pernyataan yang sesuai dengan kenyataan. Contoh misalnya “Nafis adalah mahasiswa IAIN Walisongo”.Pernyataan yang baru saja kita katakana itu sebagai hal yang benar, Karena memang Nafis kenyataanya adalah mahasiswa IAIN Walisongo;
2.     Teori Konsistensi/Koherensi
      Teori Konsistensi tentang kebenaran (the consistence theory truth) menjelaskan bahwa kebenaran ialah kesesuain antara suatu pernyataan dengan  kenyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan diakui kebenarannya. Teori ini juga disebut teori penyaksian (yustifikasi) tentang kebenaran, karena memang menurut teori ini suatu keputusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (yusdifikasi) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya. Contoh: “Pak Abd Wahid adalah Dekan II” suatu pernyataan yang telah kita ketahui, terima dan diakui kebenarannya. Pernyataan tadi walau pun diputar dalik kaliamatnya akan berarti sama seperti “Dekan II adalah  jabatan Pak Abd Wabid”;
3.     Teori pragmatis
      Teori pragmatis tentang kebenaran (theory of truth) ialah suatu ucapan, dalil atau teori itu dianggap benar tergantung berfaidah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam penghidupannya. Jadi,kriteria kebenaran pragmatis adalah adalah:
a.      Adakah kegunaanya (utility)
b.     Dapatkah dikerjakan (workability)
c.      Apakah pengaruhnya (satisfactory consequences) memuaskan atau tidak?

D.    Cara mencari kebenaran
            Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa menemukan jawaban yang salah terhadap masalah asasi (yaitu manusia, alam, dan Tuhan) akan berakibat fatal dalam kehidupannya. Oleh karenanya persoalan penting dan mendasar adalah dengan cara apa manusia mencari jawaban atau mencari kebenaran itu. Atau dengan kata lain manusia menemukan kebenaran itu menggunakan cara apa. Endang Saifuddin Anshari, seperti dikutip dalam pembahasan ini menekankan bahwa ada tiga cara manusia mencari dan menemukan kebenaran yaitu dengan ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama (Anshari,1981:37).
            Selanjutnya dibawah ini akan diuraikan mengenai ilmu pengetahuan dan filsafat sekalipun hanya sepintas untuk sekedar mengetahui terutama dimana posisi masing-masing khususnya dalam mencari kebenaran.

1.     Ilmu pengetahuan
a.      Pengertian
            Informasi yang didapatkan manusia  kemudian dikembangkan dengan melalui proses dan sistematis,kemudian informasi ini dikenal dengan “ilmu”. Ilmu pengetahuan atau disingkat ilmu, berasal dari kata ‘ilm masdar dari kata ‘alimayang artinya pengetahuan[2]. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah.
a)     Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara, dan kegunaanya. Pengetahuan ini disebut knowledge.
b)     Pengetahuan ilmiah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu dengan memperhatikn objek yang ditelaah, cara yang digunakan dan kegunaan objek tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memerhatikan objek antologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan ilmiah inilah yang disebut ilmu atau science. Pengetahuan Ilmiah membutuhkan metode ilmiah dan melakukan beberapa langkah yakni ;
a)     Pengumpulan (koleksi) data dan fakta;
b)     Pengamatan (observasi) data dan fakta;
c)     Pemilihan (seleksi) data dan fakta;
d)     Penggolongan (klasifikasi) data dan fakta;
e)     Penafsiran (interpretasi) data dan fakta;
f)      Penarikan kesimpulan umum (generalisasi);
g)     Perumusan hipotesis;
h)     Pengujian hipotesis melalui riset,eksperimen;
i)      Penilaian(evaluasi), penerimaan, penolakan, penyempurnaan hipotesis;
j)      Perumusan teori ilmu pengetahuan;
k)     Perumusan dalil atau hokum ilmu pengetahuan.


b.     Kebenaran Ilmu
            Di awal sudah disinggung bahwa tujuan ilmu adalah mencari kebenaran. Pertanyaan yang bisa dihadirkan ialah berhasilkah ilmu mencapai tujuannya? Sejauh mana kekuatan kebenaran yang dicapai ilmu itu? Dapatkah ilmu menjawab semua masalah yang dipertanyakan, khususnya masalah “ultimate problems” (yaitu tentang manusia, alam, dan Tuhan). Ilmu memiliki karakteristik tertentu yaitu hasil pemahaman manusia yang disusun dalam satu system mengenai kenyataaan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum tentang hal ikhwal yang diselidiki (objek) sejauh yang dapat dijangkau daya akal manusia dengan melalui pengujian secara empiris, riset, dan eksperimen. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki ciri-ciri rasional, komulatif, objektif, universal. Dengan ciri-ciri yang demikian dimana akal sebagai tumpuannya maka sudah tentu tidak semua persoalan manusia khususnya “ultimate problems” (manusia, alam, dan Tuhan) bias mampu dijawab oleh ilmu. Karena sejatinya pencapaian kebenaran ilmu itu tidaklah absolut, melainkan nisbi (Anshari, 1983: 71)
2.     Filsafat
a.      Kata filsafat atau falsafah berasal dari bahasa Yunani “philosophia” secara etimologi berarti cinta pengetahuan atau cinta kebijaksanaan. Orang yang cinta kebijaksaaan philosophas atau failosuf (filsuf). Pecinta kebijaksanaan atau pengetahuan disini maksudnya ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya atau dengan kata lain orang yang mengabdikan hidupnya kepada pengetahuan.
           
            Dapat disimpulkan seperti yang ditulis oleh Endang Saifuddin Anshari bahwa filsafat adalah “ilmu istimewa” yang mencoba menjawab msalah-masalah yang tidak dapat oleh ilmu pengetahuan biasa, yaitu usaha manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik hakikat segala yang ada yaitu hakikat Tuhan, alam, dan manusia (Anshari, 1981: 80).
b.     Kebenaran Filsafat
Endang Saifudin Anshari menjelaskan bahwa filsafat tidak menghasilkan keyakinan oleh karena alat filsafat satu-satunya yang dipakai adalah akal.Sedangkan akal hanya satu bagian dari rohani manusia dan tidak mungkin mengetahui sesuatu keseluruhan dengan hanya satu bagian.Maka keseluruhan kebenaran dapat diketahui dengan seluruh rohani manusia (perasaanya, akalnya, intuisinya, nalurinya).
            Dari uraian diatas dapat dihadirkan kesimpulan bahwa filsafat, karena satu-satunya alat yang digunakan akal yaitu satu bagian dari rohani manusia, kiranya belum mampu menjangkau keseluruhan kebenaran tentang manusia, alam, dan Tuhan. Dengan kata lain kebenaran yang dicapai filsafat adalah tidak mutlak atau nisbi.
c.      Kebenaran Agama
Kebenaran agama bersifat mutlak karena ia berasal dari Allah Swt. Manusia memperoleh kebenaran agama dengan melihat kitab suci, apa yang dikatakan benar oleh kitab suci adalah benar dan apa yang dikatakan salah oleh kitab suci adalah salah.

E.     Persamaan, Perbedaan, dan Nisbah antara Ilmu, Filsafat dan Agama
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa diantara ilmu, filsafat, dan agama terdapat persamaan, yaitu berkompeten untuk mencari dan menemukan kebenaran. Sementara perbedaan antara ketiganya dapat dilihat dari beberapa segi:
1.     Dari segi proses pencapaian kebenaran
      Manusia menemukan kebenaran ilmu, melalui langkah-langkah metodologi ilmiah, khususnya dengan cara eksperimen. Manusia menemukan kebenaran filsafat melalui petualangan akal-pikiran, memikirkan segala sesuatu sampai ke akar-akarnya.manusia menemukan kebenaran agama dengan melihat teks-teks kitab suci dan sabda Nabi.
2.     Dari sifat kebenaran yang dicapainya
      Kebenaran ilmu bersifat positif dan objektif, siapapun yang mempelajarinya hasilnya akan sama. Kebenaran filsafat bersifat subjektif dan spekulatif.Capaian kebenaran ilmu dan filsafat adalah nisbi (relatif).Artinya, kebenaran filsafat sangat bergantung pada siapa filosofnya.
3.     Dari segi proses permulaan ilmu dan filsafat dimulai dengan sikap tidak percaya sementara agama dimulai dengan sikap percaya.
     
      Sementara nisbah anatara ilmu, filsafat, dan agama adalah ketiganya saling berkaitan. Ketika ilmu pengetahuan tidak mampu menjawab persoalan yang dihadapi manusia, maka manusia akan mencarinya melalui filsafat, dan ketika filsafat tidak mampu menjawabnya, atau mampu menjawabnya tetapi tidak mampu memuaskan dirinya, manusia mencarinya didalam agama. Disamping itu, di dalam hidupnya manusia senantiasa membutuhkan ketiga fakultas kebenaran tersebut.Orang yang berilmu, membutuhkan filsafat dan agama. Disini antara ilmuwan dan agamawan harus memiliki pemahaman yang sama, bahwa seharusnya iman memancar dalam ilmu sebagai usaha memahami sunnatullah, dan ilmu menerangi jalan yang telah ditunjukan oleh iman (Anshari, 1991: 167)
      Filsafat juga membutuhkan ilmu dan agama, filsafat membutuhkan ilmu pengetahuan sebagai pangkal berpikir guna menemukan problem-problem yang dihadapi manusia dalam kehidupan. Filsafat membutuhkan agama, untuk menjaga agar filsafat tidak melampaui batas kewenangan akal yang diberikan oleh Allah Swt. Karen jika tidak, manusia dengan pemikiran bebasnya bisa menjadi pemikir yang ateis dan agama juga membutuhkan ilmu dan filsafat. Dengan mengharmoniskan antara filsafat dan agama, maka akan terbentuk sikap keberagamaan yang ideal.dari kebenaran tersebut tidak perlu dipertentangkan,karena sejatinya dibutuhkan manusia dalam kehidupannya.

F.     Menemukan kebenaran melalui islam
            Tuhan memciptakan manusia dengan berbagai karakter dan bentuk. Dalam segala urusan seobjektif apapun manusia itu dia akan tetap ada sisi ketidak objektifannya seperti dalam membuat hukum pasti ada yang dirugikan da nada yang diuntungkan. Maka dari itu manusia membutuhkan Tuhan dan segala sesuatu yang telah dinash kan agar tetap bisa objektif. Dengan kata lain secara singkat dalam bisang apapun dalam kehidupannya manusia harus mencari pada prinsip ketuhanan yang Maha Esa.[3]
            Menemukan kebenaran melalui Islam Dengan mengetahui diri sendiri maka meengetahui tuhannya,maka kebenaran tentang ‘’ultimate problems’’ (masalah Tuhan, manusia, dan alam) bisa kita temukan melalui islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an.
1.     Kebenaran I’tiqady, Syar’iy, dan Waqi’iy
·       Kebenaran I’tiq-adi atau kebenaran imani menyangkut sejumlah perkara yang menjadi bagian dari keyakinan seorang muslim yang bersifat pasti.
·       Kebenaran Syar’iy adalah kebenaran yang ditetapkan berdasarkan keputusan syariat.
·       Kebenaran Waqi’iy muncul dari ketetapan memformulasikan penginderaan atas fakta-fakta yang ada. Sains memiliki kebenaran waqi’iy yang bisa benar dan bisa pula salah tergantung pada kecermatan pengamatan dan kepintaran memformulasikan dalam kata-kata atau dalam perlambang-perlambang. Namun ketika rumusan dalam sains (sosial) bertentangan dengan akidah dan syariah, maka rumusan itu dinyatakan salah.
IV.            KESIMPULAN
      Manusia hakikatnya adalah makhluk pencari kebenaran, masalah manusia dibagi atas dua kategori: masalah segera (immediate problems)  dan masalah asasi (ultimate problems).
Menurut Endang Saifudin Anshari untuk menemukan kebenaran terdapat tiga kategori yaitu: teori korespondensi, toeri konsistensi atau koherensi, teori pragmatis.
Cara mencari kebenaran dilakukan dengan: ilmu pengetahuan, filsafat, kebenaran agama. Persamaan antara ilmu, filsafat, dan agama yaitu berkompeten untuk mencari dan menemukan kebenaran. Perbedaan diantara ketiganya dapat dilihat dari beberapa segi yaitu: segi proses pencapaian kebenaran, sifat kebenaran, segi proses permulaan ilmu, dan filsafat dimulai dengan sikap tidak percaya, sementara agama dimulai dengan sikap percaya. Jadi kesimpulannya antara filsafat, ilmu dan agama tidak dapat di pisahkan dan saling keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Mempelajari tiga unsur tersebut manusia akan menemukan kebenaran melalui islam dengan mengetahui hakikat dirinya dan akan berdampak pada mengetahui TuhanNya.

V.              PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran kami perlukan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi para pemakalah khususnya.















[1] Muthahhari, Murtadha Manusia dan Alam Semesta (lentara,Jakarta :2002)hlm.1
[2]  H . Ahmad St. kamus Almunawwar (Toha putra, semarang ;2003) hlm.584
[3] Nurcholish Madjid Islam kemoderenan dan keindonesian (mizan,jakarta)hlm.198
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar