MANUSIA MAKHLUK PENCARI KEBENARAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen
Pengampu: Dr. Musthofa, M.Ag.

Disusun
Oleh :
Alfina Zulfa (133311012)
Durrotun Nafisah (133311036)
Nurul Qomariyah (133311026)
Zulaehatus Sofiyah (133311032)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Era globalisasi
dan berbagai aliran tentang Agama telah berkembang dan menyebar dimana-mana.
Semua orang merasa dirinya lah yang paling benar dalam berpendapat baik itu
dalam hal kehidupan sosial atau pun
beragama. Ketidakpuasan manusia melahirkan banyak pertanyaan yang tidak ada
habisnya, terkabang mereka membedakan antara Agama dan Ilmu Pengetahuan yang
terjadi paham Ateis. Sebaliknya mereka mempelajari filsafat dan ilmu tanpa
agama yang terjadi adanya penyalahan sesuatu yang telah dinaskan Tuhan. Maka
dalam mencari kebenenaran dan kenyakinan jawaban dalam diri manusia mereka
memerlukan tiga unsur yakni Ilmu, Agama, dan Falsafat. Oleh karena itu, pada
pertemuan kali ini penulis akan membahas tiga unsur tersebut dan segala hal
yang menyangkut dengan manusia.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Mengapa
Manusia Disebut sebagai Manusia Makhluk Bertanya?
B. Apa
Saja Masalah-Masalah yang Terjadi pada Manusia?
C. Apa
Saja Macam-Macam Teori Kebenaran?
D. Bagaimana
cara mencari kebenaran?
E. Bagaimanakah
Persamaan, Perbedaan dan Nisbah antara Ilmu, Filsafat, dan Agama?
F. Bagaimana
cara menemukan kebenaran melalui islam?
III.
PEMBAHASAN
A. Manusia
Makhluk Bertanya
Manusia adalah
makluk bertanya, demikian menurut para pakar yang berbicara tentang manusia.
Dalam rumusan ilmu mantiq lebih tegas
lagi disebutkan bahwa manusia itu adalah hewan yang berkata “ al-Insan hayawanun natiq’’. Manusia berbeda dengan makhluk lain adalah
manusia lebih ingin tahu, lebih mengerti, dan lebih tinggi tingkat keinginannya[1] dan
memiliki akal dan bisa Berkata berkata ialah mengeluarkan pendapat
berdasar pikiran. Maka dari pendapat akan mengeluarkan pertanyan yang berujung
mencari jawaban yang paling benar dari semua jawaban yang ada. Sedangkan Hewan
hanya melalui indera dan merasakan secara naluri saja.
B. Masalah
Manusia yang Terjadi pada Manusia
Telah dijelaskan pada pembahasan pertama bahwa
manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Pertanyaan yang segera dapat
dihindarkan adalah: “mencari kebenaran tentang apa?” Jawaban atas pertanyaan
ini dapat dikemukakan bahwa: “kebenaran yang dicari manusia ialah kebenaran
tentang sesuatu masalah yang terjadi pada manusia atau dimasalahkan manusia”. Karakter
yang dimiliki manusia salah satunya ialah ketidak puasan akan sesuatu hal seperti dalam mencari jawaban kebenenaran
dari masalahnya, dan yang hadapi oleh manusia sangatlah komplek. Oleh karenanya
untuk memudahkan memahami masalah manusia itu diadakan pembagian atas dua
kategor, yaitu:
1.
Masalah Segera (Immediate Problems)
Masalah Segera Ialah masalah praktis
keseharian yaitu masalah-masalah yang kembali kepada keperluan pribadi manusia
dimana setiap orang berbeda-beda dalam menghadapinya. Dengan demikian, cara
menghadapi dan memecahkan masalah tersebut setiap orang berbeda-beda. Contoh
masalah segera misalnya kebutuhan primer seperti pangan(kebutuhan makan) papan
(tempat tinggal), sandang (kebutuhan
pakaian), kesehatan, kenyamana belajar, dan lain-lain.
2.
Masalah Asasi (Ultimate Problems)
Masalah
Asasi Ialah masalah yang sangat
fundamental bagi manusia. Masalah asasi ini muncul setelah manusia mencermati
hidup dengan serius dalam kematangan usia dan pemikiran. Sejalan dengan adanya
waktu maka akan timbulpada diri mereka seperti pertanyan siapa saya?,
mengapa saya hidup?, akan berkelanjutan pada pertanyaan tentang hakikat
Kehidupan.Pertanyaan-pertanyaan itu tidak berhenti di situ karena bisa
dilanjutkan dengan pertanyaan lain yaitu: Bagaimana
alam semesta ini dijadikan? Yang tentunya membawa konsekuensi pertanyaan
lanjutan. Pertanyaan yang terakhir ini mengarah kepada masalah hakikat Tuhan.
Jadi,
masalah asasi (ultimate problems)
manusia adalah masalah-masalah fundamental manusia(manusia, alam, dan Tuhan).
Jawaban yang salah terhadap ketiga masalah ini akan berakibat fatal dalam
kehidupannya. Misalnya memandang alam
atau manusia sebagai hal yang sakral
bisa mengarah menuhankan alam atau manusia, sehingga alam atau manusia bisa
dipandang sebagai Tuhan.
C.
Teori kebenaran
Alquraan surat Alimron : 104
menjelaskan bahwa Allah menyuruh kita melakuakn kebajiakan dan Kebenaran
sepanjang pikiran manusia, sebagaimana disampaikan Ashari (1981:30), adalah
lawan dari kesalahan, lawan kebohongan, lawan kepalsuan, lawan kekhilafan, lawan
khayalan, lawan kebatilan, dan lawan kesesatan. Maka dalam menemukan kebenaran
ada 3 teori yakni ;
1.
Teori
Korespondensi
Teori korespondensi tentang kebenaran (the
correspondence theory of truth) menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian
antara pernyataan dengan kenyataan atau dengan kata lain pernyataan yang sesuai
dengan kenyataan. Contoh misalnya “Nafis adalah mahasiswa IAIN Walisongo”.Pernyataan
yang baru saja kita katakana itu sebagai hal yang benar, Karena memang Nafis
kenyataanya adalah mahasiswa IAIN Walisongo;
2.
Teori
Konsistensi/Koherensi
Teori Konsistensi tentang kebenaran (the
consistence theory truth) menjelaskan bahwa kebenaran ialah kesesuain antara
suatu pernyataan dengan kenyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan diakui kebenarannya.
Teori ini juga disebut teori penyaksian (yustifikasi) tentang kebenaran, karena
memang menurut teori ini suatu keputusan dianggap benar apabila mendapat
penyaksian (yusdifikasi) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah
diketahui dan diakui kebenarannya. Contoh: “Pak Abd Wahid adalah Dekan II”
suatu pernyataan yang telah kita ketahui, terima dan diakui kebenarannya.
Pernyataan tadi walau pun diputar dalik kaliamatnya akan berarti sama seperti “Dekan
II adalah jabatan Pak Abd Wabid”;
3.
Teori pragmatis
Teori pragmatis tentang kebenaran (theory
of truth) ialah suatu ucapan, dalil atau teori itu dianggap benar tergantung
berfaidah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak dalam penghidupannya. Jadi,kriteria kebenaran pragmatis adalah
adalah:
a.
Adakah
kegunaanya (utility)
b.
Dapatkah
dikerjakan (workability)
c.
Apakah
pengaruhnya (satisfactory consequences) memuaskan atau tidak?
D.
Cara mencari kebenaran
Seperti telah disinggung sebelumnya
bahwa menemukan jawaban yang salah terhadap masalah asasi (yaitu manusia, alam,
dan Tuhan) akan berakibat fatal dalam kehidupannya. Oleh karenanya persoalan
penting dan mendasar adalah dengan cara apa manusia mencari jawaban atau
mencari kebenaran itu. Atau dengan kata lain manusia menemukan kebenaran itu
menggunakan cara apa. Endang Saifuddin Anshari, seperti dikutip dalam
pembahasan ini menekankan bahwa ada tiga cara manusia mencari dan menemukan
kebenaran yaitu dengan ilmu pengetahuan,
filsafat, dan agama (Anshari,1981:37).
Selanjutnya dibawah ini akan
diuraikan mengenai ilmu pengetahuan dan filsafat sekalipun hanya sepintas untuk
sekedar mengetahui terutama dimana posisi masing-masing khususnya dalam mencari
kebenaran.
1.
Ilmu pengetahuan
a.
Pengertian
Informasi yang didapatkan
manusia kemudian dikembangkan dengan
melalui proses dan sistematis,kemudian informasi ini dikenal dengan “ilmu”. Ilmu
pengetahuan atau disingkat ilmu, berasal dari kata ‘ilm masdar dari kata ‘alimayang artinya pengetahuan[2]. Ada
dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah.
a)
Pengetahuan
biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan seperti perasaan,
pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa
memperhatikan objek, cara, dan kegunaanya. Pengetahuan ini disebut knowledge.
b)
Pengetahuan
ilmiah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui
sesuatu dengan memperhatikn objek yang ditelaah, cara yang digunakan dan
kegunaan objek tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memerhatikan
objek antologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis dari
pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan ilmiah inilah yang disebut ilmu atau
science. Pengetahuan Ilmiah membutuhkan metode ilmiah dan melakukan beberapa
langkah yakni ;
a)
Pengumpulan
(koleksi) data dan fakta;
b)
Pengamatan
(observasi) data dan fakta;
c)
Pemilihan
(seleksi) data dan fakta;
d)
Penggolongan
(klasifikasi) data dan fakta;
e)
Penafsiran
(interpretasi) data dan fakta;
f)
Penarikan
kesimpulan umum (generalisasi);
g)
Perumusan
hipotesis;
h)
Pengujian
hipotesis melalui riset,eksperimen;
i) Penilaian(evaluasi),
penerimaan, penolakan, penyempurnaan hipotesis;
j)
Perumusan teori
ilmu pengetahuan;
k)
Perumusan dalil
atau hokum ilmu pengetahuan.
b.
Kebenaran Ilmu
Di awal sudah disinggung bahwa
tujuan ilmu adalah mencari kebenaran. Pertanyaan yang bisa dihadirkan ialah
berhasilkah ilmu mencapai tujuannya? Sejauh mana kekuatan kebenaran yang
dicapai ilmu itu? Dapatkah ilmu menjawab semua masalah yang dipertanyakan,
khususnya masalah “ultimate problems” (yaitu tentang manusia, alam, dan Tuhan).
Ilmu memiliki karakteristik tertentu yaitu hasil pemahaman manusia yang disusun
dalam satu system mengenai kenyataaan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan
hukum tentang hal ikhwal yang diselidiki (objek) sejauh yang dapat dijangkau
daya akal manusia dengan melalui pengujian secara empiris, riset, dan
eksperimen. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki ciri-ciri
rasional, komulatif, objektif, universal. Dengan ciri-ciri yang demikian dimana
akal sebagai tumpuannya maka sudah tentu tidak semua persoalan manusia
khususnya “ultimate problems” (manusia, alam, dan Tuhan) bias mampu dijawab
oleh ilmu. Karena sejatinya pencapaian kebenaran ilmu itu tidaklah absolut,
melainkan nisbi (Anshari, 1983: 71)
2.
Filsafat
a.
Kata filsafat
atau falsafah berasal dari bahasa Yunani “philosophia” secara etimologi
berarti cinta pengetahuan atau cinta kebijaksanaan. Orang yang cinta
kebijaksaaan philosophas atau failosuf (filsuf). Pecinta kebijaksanaan
atau pengetahuan disini maksudnya ialah orang yang menjadikan pengetahuan
sebagai usaha dan tujuan hidupnya atau dengan kata lain orang yang mengabdikan
hidupnya kepada pengetahuan.
Dapat disimpulkan seperti yang
ditulis oleh Endang Saifuddin Anshari bahwa filsafat adalah “ilmu istimewa”
yang mencoba menjawab msalah-masalah yang tidak dapat oleh ilmu pengetahuan
biasa, yaitu usaha manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal
dan integral serta sistematik hakikat segala yang ada yaitu hakikat Tuhan,
alam, dan manusia (Anshari, 1981: 80).
b.
Kebenaran
Filsafat
Endang Saifudin
Anshari menjelaskan bahwa filsafat tidak menghasilkan keyakinan oleh karena
alat filsafat satu-satunya yang dipakai adalah akal.Sedangkan akal hanya satu
bagian dari rohani manusia dan tidak mungkin mengetahui sesuatu keseluruhan
dengan hanya satu bagian.Maka keseluruhan kebenaran dapat diketahui dengan
seluruh rohani manusia (perasaanya, akalnya, intuisinya, nalurinya).
Dari uraian diatas dapat dihadirkan
kesimpulan bahwa filsafat, karena satu-satunya alat yang digunakan akal yaitu
satu bagian dari rohani manusia, kiranya belum mampu menjangkau keseluruhan
kebenaran tentang manusia, alam, dan Tuhan. Dengan kata lain kebenaran yang
dicapai filsafat adalah tidak mutlak atau nisbi.
c.
Kebenaran Agama
Kebenaran agama
bersifat mutlak karena ia berasal dari Allah Swt. Manusia memperoleh kebenaran
agama dengan melihat kitab suci, apa yang dikatakan benar oleh kitab suci
adalah benar dan apa yang dikatakan salah oleh kitab suci adalah salah.
E.
Persamaan,
Perbedaan, dan Nisbah antara Ilmu, Filsafat dan Agama
Dari uraian
diatas dapat diketahui bahwa diantara ilmu, filsafat, dan agama terdapat
persamaan, yaitu berkompeten untuk mencari dan menemukan kebenaran. Sementara
perbedaan antara ketiganya dapat dilihat dari beberapa segi:
1.
Dari segi proses
pencapaian kebenaran
Manusia menemukan kebenaran ilmu, melalui
langkah-langkah metodologi ilmiah, khususnya dengan cara eksperimen. Manusia
menemukan kebenaran filsafat melalui petualangan akal-pikiran, memikirkan
segala sesuatu sampai ke akar-akarnya.manusia menemukan kebenaran agama dengan
melihat teks-teks kitab suci dan sabda Nabi.
2.
Dari sifat
kebenaran yang dicapainya
Kebenaran ilmu bersifat positif dan
objektif, siapapun yang mempelajarinya hasilnya akan sama. Kebenaran filsafat
bersifat subjektif dan spekulatif.Capaian kebenaran ilmu dan filsafat adalah
nisbi (relatif).Artinya, kebenaran filsafat sangat bergantung pada siapa
filosofnya.
3.
Dari segi proses
permulaan ilmu dan filsafat dimulai dengan sikap tidak percaya sementara agama
dimulai dengan sikap percaya.
Sementara nisbah anatara ilmu, filsafat,
dan agama adalah ketiganya saling berkaitan. Ketika ilmu pengetahuan tidak
mampu menjawab persoalan yang dihadapi manusia, maka manusia akan mencarinya
melalui filsafat, dan ketika filsafat tidak mampu menjawabnya, atau mampu
menjawabnya tetapi tidak mampu memuaskan dirinya, manusia mencarinya didalam
agama. Disamping itu, di dalam hidupnya manusia senantiasa membutuhkan ketiga
fakultas kebenaran tersebut.Orang yang berilmu, membutuhkan filsafat dan agama.
Disini antara ilmuwan dan agamawan harus memiliki pemahaman yang sama, bahwa
seharusnya iman memancar dalam ilmu sebagai usaha memahami sunnatullah, dan
ilmu menerangi jalan yang telah ditunjukan oleh iman (Anshari, 1991: 167)
Filsafat juga membutuhkan ilmu dan agama,
filsafat membutuhkan ilmu pengetahuan sebagai pangkal berpikir guna menemukan
problem-problem yang dihadapi
manusia dalam kehidupan. Filsafat membutuhkan agama, untuk menjaga agar
filsafat tidak melampaui batas kewenangan akal yang diberikan oleh Allah Swt.
Karen jika tidak, manusia dengan pemikiran bebasnya bisa menjadi pemikir yang
ateis dan agama juga membutuhkan ilmu dan filsafat. Dengan mengharmoniskan
antara filsafat dan agama, maka akan terbentuk sikap keberagamaan yang
ideal.dari kebenaran tersebut tidak perlu dipertentangkan,karena sejatinya
dibutuhkan manusia dalam kehidupannya.
F. Menemukan kebenaran
melalui islam
Tuhan memciptakan manusia dengan
berbagai karakter dan bentuk. Dalam segala urusan seobjektif apapun manusia itu
dia akan tetap ada sisi ketidak objektifannya seperti dalam membuat hukum pasti
ada yang dirugikan da nada yang diuntungkan. Maka dari itu manusia membutuhkan
Tuhan dan segala sesuatu yang telah dinash kan agar tetap bisa objektif. Dengan
kata lain secara singkat dalam bisang apapun dalam kehidupannya manusia harus
mencari pada prinsip ketuhanan yang Maha Esa.[3]
Menemukan kebenaran melalui Islam Dengan mengetahui diri sendiri maka meengetahui
tuhannya,maka kebenaran tentang ‘’ultimate problems’’ (masalah Tuhan, manusia,
dan alam) bisa kita temukan melalui islam, sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Qur’an.
1. Kebenaran I’tiqady,
Syar’iy, dan Waqi’iy
· Kebenaran I’tiq-adi
atau kebenaran imani menyangkut sejumlah perkara yang menjadi bagian dari
keyakinan seorang muslim yang bersifat pasti.
· Kebenaran Syar’iy
adalah kebenaran yang ditetapkan berdasarkan keputusan syariat.
· Kebenaran Waqi’iy
muncul dari ketetapan memformulasikan penginderaan atas fakta-fakta yang ada.
Sains memiliki kebenaran waqi’iy yang bisa benar dan bisa pula salah tergantung
pada kecermatan pengamatan dan kepintaran memformulasikan dalam kata-kata atau
dalam perlambang-perlambang. Namun ketika rumusan dalam sains (sosial)
bertentangan dengan akidah dan syariah, maka rumusan itu dinyatakan salah.
IV.
KESIMPULAN
Manusia hakikatnya
adalah makhluk pencari kebenaran, masalah manusia dibagi atas dua kategori:
masalah segera (immediate problems) dan
masalah asasi (ultimate problems).
Menurut Endang Saifudin Anshari untuk menemukan kebenaran
terdapat tiga kategori yaitu: teori korespondensi, toeri konsistensi atau
koherensi, teori pragmatis.
Cara mencari kebenaran dilakukan dengan: ilmu
pengetahuan, filsafat, kebenaran agama. Persamaan antara ilmu, filsafat, dan
agama yaitu berkompeten untuk mencari dan menemukan kebenaran. Perbedaan
diantara ketiganya dapat dilihat dari beberapa segi yaitu: segi proses
pencapaian kebenaran, sifat kebenaran, segi proses permulaan ilmu, dan filsafat
dimulai dengan sikap tidak percaya, sementara agama dimulai dengan sikap
percaya. Jadi kesimpulannya antara filsafat, ilmu dan agama tidak dapat di
pisahkan dan saling keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Mempelajari
tiga unsur tersebut manusia akan menemukan kebenaran melalui islam dengan
mengetahui hakikat dirinya dan akan berdampak pada mengetahui TuhanNya.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami buat, kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran kami
perlukan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
bagi para pemakalah khususnya.
[1]
Muthahhari, Murtadha Manusia dan Alam Semesta (lentara,Jakarta :2002)hlm.1
[2] H . Ahmad St. kamus Almunawwar (Toha putra,
semarang ;2003) hlm.584
[3]
Nurcholish Madjid Islam kemoderenan dan keindonesian (mizan,jakarta)hlm.198
Tidak ada komentar:
Posting Komentar